

Cyberlawnews.com – Pangkalpinang, Ramadhan adalah bulan latihan diri. Bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan emosi, terutama amarah.
Cyberlawnews.com – Pangkalpinang, Ramadhan adalah bulan latihan diri. Bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan emosi, terutama amarah.
Sering kali kita kehilangan kendali saat marah—kata-kata kasar meluncur, tangan terangkat, bahkan keputusan buruk diambil dalam hitungan detik. Padahal, Rasulullah ﷺ pernah menasihati seseorang dengan satu kalimat sederhana:
لَا تَغْضَبْ
“La taghdhab” (Jangan marah). (HR. Bukhari)
Hanya dua kata, tetapi maknanya begitu dalam. Marah adalah pintu bagi banyak keburukan, dan setan tahu betul cara memanfaatkannya. Dalam sebuah riwayat, setan berkata:
إِذَا غَضِبَ ٱبْنُ آدَمَ طِرْتُ حَتَّىٰ أَكُوْنَ فِي رَأْسِهِ
“Saat manusia marah, aku terbang hingga berada di kepalanya.” (HR. Al-Baihaqi)
Artinya, saat kita marah, akal sehat kita bisa tertutup. Itulah sebabnya Allah mengajarkan kepada Sayyidina Musa ‘alaihissalam bahwa orang yang paling dekat dengan-Nya adalah orang yang tidak melaknat saat marah.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
لَيْسَ ٱلشَّدِيدُ بِٱلصُّرَعَةِ، إِنَّمَا ٱلشَّدِيدُ ٱلَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ ٱلْغَضَبِ
“Orang kuat bukanlah yang menang dalam bergulat, tetapi orang kuat adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari & Muslim)
Tapi bagaimana caranya? Bukankah menahan amarah itu sulit?
Bersambung ke Bagian 2: Mengapa Marah Itu Berbahaya.